Dampak Psikologis Dari Perkembangan Teknologi Informasi & Komunikasi Dalam Situs Jejaring Sosial

Salah satu kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi selain telepon selular atau handphone adalah komputer berjaringan internet yang dapat digunakan menghubungkan seseorang dengan orang lain tanpa ada batasan jarak dan waktu. Komunikasi berbasis internet ini dapat menghubungkan banyak orang sekaligus dalam dunia maya yang ingin saling menyampaikan pesan. Komunikasi berbasis internet ini disebut juga dengan Computer Mediated Communication (CMC). CMC adalah suatu transaksi komunikasi yang terjadi melalui penggunaan dua atau lebih komputer jaringan (anonim., 2010).

Salah satu contoh dari bentuk CMC yang sangat terkenal saat ini di kalangan masyarakat adalah situs jejaring sosial Facebook. Facebook adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya (anonim, 2008).

Di Indonesia sendiri, pengguna Facebook mencapai 11.759.980 pengguna dengan persentase terbesar 40,1% pada remaja berusia 18-24 tahun (http://www.checkfacebook.com/). hal ini menunjukan betapa menjamurnya jejaring sosial Facebook dalam masyarakat khususnya remaja untuk membantu mereka dalam berkomunikasi.

Punnyanunt-Carter (2006) meneliti tentang salah satu ciri perilaku serta hubungan interpersonal yang terbentuk dari komunikasi dalam dunia maya, yaitu keterbukaan diri. Para pengguna situs pertemanan sosial tersebut memaparkan informasi mengenai dirinya dengan intensitas yang cukup sering. Menurut remaja, media Facebook membantu mereka untuk berkoneksi dengan jaringan sosial yang luas dan terlihat dalam sebuah jaringan sosial membuat remaja menjadi dikenal oleh orang lain dan memungkinkan untuk dapat berkembang menciptakan sebuah hubungan (Christofides, Muise & Desmarais, 2009).

dengan keterbukaan diri yang dilakukan oleh seseorang ketika berinteraksi di dunia maya seperti Facebook, membuat mereka mampu memenuhi kebutuhan afiliasi mereka, memperoleh validasi sosial, menigkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspreresian diri (Derlega, dalam yoseptian, 2010). meskipun demikian tanpa disadari ini juga membuat berkurangnya privasi dalam diri mereka. padahal Privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, dalam Prabowo, 1998). Proses mengenal diri sendiri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila seseorang tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, maka dirinya akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadinya (Holahan, dalam Prabowo, 1998) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, dalam Prabowo, 1998). Menurut Westin (dalam Prabowo, 1998) dengan privasi seseorang juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.

hasil riset menunjukan bahwa privasi memiliki korelasi negatif dengan keterbukaan diri. hal ini berari semakin baik privasi yang dimiliki seseorang, maka semakin baik ia mampu mengatur sejauh mana ia dapat membuka dirinya ketika berinteraksi baik di dunia nyata maupun di dunia maya (Lee, 2010). kabar baiknya adalah kebanyakan remaja masih pada keterbukaan diri yang normal ketika menggunakan Facebook, meskipun tetap saja masih ada sekitar 36.36% remaja berada pada kategori tinggi dan 12.72% pada kategori sangat tinggi, yang menunjukan bahwa sejumlah remaja masih sa-ngat begitu terbuka saat berinteraksi melalui situs jejaring sosial Facebook dan cenderung tidak menyaring informasi pribadi apa saja yang dapat diungkapkan pada orang lain (Lee, 2010).

simpulan:

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam situs jejaring sosial khususnya Facebook ternyata memiliki dampak secara psikologis baik positif maupun negatif. dampak psikologis positif yang dapat diperoleh antara lain adanya keterbukaan diri yang tidak terbatas yang berguna untuk memenuhi kebutuhan afiliasi seseorang, memperoleh validasi sosial, meningkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspresian diri.

akan tetapi, keterbukaan diri dalam dunia maya juga memiliki dampak negatif yaitu berkurangnya aspek privasi dalam diri seseorang. padahal privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, melakukan evaluasi diri, dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.

selain 2 aspek psikologis diatas, dampak lain yang dapat muncul akibat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam jejaring sosial adalah bisa terjadi kurangnya kontak sosial di dunia nyata karena seseorang lebih senang untuk berinteraksi melalui dunia maya.

Referensi:

  • Punyanunt-Carter, N.M. (2006). An analysis of college student’s: Self-disclosure behaviors on the internet. College Student Journal, 5, 329-331.
  • Christofides, E., Muise, A., & Desmarais, S. (2009). Information disclosure and control on facebook: are they two sides of the same coin or two different processes? Journal of Cyberpsychology & Behavior, 12, 341-345.
  • Yoseptian, F.X. (2010). Hubungan Kebutuhan Affiliasi Dengan Keterbukaan Diri Pada Remaja Yang Menggunakan Fitur Update Status Pada Situs Jejaring Sosial Facebook. Penulisan Ilmiah (Tidak Diterbitkan). Depok. Universitas Gunadarma
  • Prabowo, H. (1998). Seri diktat kuliah: Arsitektur, psikologi dan masyarakat. Jakarta: Gunadarma University Press.
  • Lee, Yoseptian. F.X. (2010). Privasi Dan Keterbukaan Diri Pada Remaja Pengguna Facebook. Jurnal Ilmiah Psikologi Universitas Gunadarma, 4, 72-75.

Tinggalkan komentar